Perkembangan teknologi yang bergerak sangat cepat terutama di bidang
telekomunikasi, memacu para pemain yang mengerumuni bisnis ‘legit’
telekomunikasi harus bekerja keras menghadapi persaingan. Berbagai trik dan
jurus dilancarkan untuk mampu menjadi yang terdepan sekaligus menjadi great
company. Bahkan, perubahan bisnis pun dilakukan seiring dinamika yang
berkembang di pasar. Seperti yang dilakukan PT Indosat Tbk., yang telah
mengalami beberapa kali perubahan bisnis sejak 1967.
Menurut Group Head Human
Capital Management Indosat, Gandung A. Murdani, semua perubahan bisnis berhasil
dilalui Indosat. Selain berkat sumber daya manusia (SDM) yang kreatif dan
inovatif, juga dipicu budaya terbuka yang berlaku di Indosat. Artinya, segala
sesuatu yang berkaitan dengan performance, yang harus diketahui oleh investor
dilaporkan setiap tiga bulan. Bahkan pihaknya, tambah Gandung, juga menggeber
roadshow, menyampaikan langsung kepada investor baik di dalam maupun di luar
negeri. Menurutnya, era keterbukaan sejatinya sudah menjadi budaya perusahaan
sejak lama. Di internal sendiri, nuansa keterbukaan sudah menjadi atmosfer
antara manajemen dengan karyawan.
Keterbukaan tersebut,
misalnya, bisa dilihat dari kebijakan manajemen yang menjelaskan terutama
mengenai job description dan pengembangan karier karyawan. Hanya hal tertentu
seperti remunerasi atau bonus yang bersifat individu. Di satu sisi, perusahaan
setiap 3 bulan sekali menyampaikan pada karyawan perkembangan kondisi
perusahaan. Di sisi lain, manajemen juga menyampaikan kebijakan yang berkaitan
dengan langkah dan internal perusahaan. “Itu semua tidak hanya dilakukan pada
rapat atau seminar perusahaan, tetapi juga posting melalui Intranet,” demikian
Gandung menjelaskan.
Menurut Gandung,
perubahan bisnis yang dilakukan Indosat tentu saja dengan melihat perkembangan
di bisnis telekomunikasi. Semisal, pada 2001, Indosat mendirikan IM3. Ketika
itu pihaknya yakin dengan adanya Internet akan memberi berbagai fungsi seperti
chating, browsing dan sebagainya. Terlebih, kompetitor Indosat, PT Telkom Tbk.,
diberi hak menjadi operator internasional. Jelas, dibanding Indosat, Telkom
lebih mudah melakukan trafic internasional. Karena itu Indosat melakukan
transformasi bisnis dengan visi menjadi perusahaan seluler dan mendirikan IM3,
kemudian menghapus Satelindo. Misi Indosat adalah celuler focus company.
Dinamika bisnis
telekomunikasi dengan makin maraknya perusahaan seluler membuat peta persaingan
mengarah pada perang tarif. Padahal, seperti dijelaskan Gandung, Indosat
menginginkan menjadi perusahaan pilihan di bidang komunikasi dan informasi.
Menurutnya, yang namanya akses hanya label. Dalam bisnis telekomunikasi yang
dapat dirasakan adalah aplikasinya sehingga orang bisa chating, mengirim dan
menerima e-mail, atau video conference, akses Intranet dan lainnya. “Itu semua
adalah aplikasi dan lambat laun orang lebih berfokus pada aplikasi,” katanya.
Karena itu Indosat memilih lima tahun ke depan ingin menjadi perusahaan pilihan
untuk layanan dan solusi komunikasi dan informasi.
Konsekuensi dari
pilihan tersebut mau tak mau harus menggenjot kreativitas dan inovasi karyawan.
Upaya yang dilakukan Indosat untuk mengubah budaya antara lain dengan
menyosialisasi visi dan misi secara sistematis. Jadi, level direksi memberi
sosialisasi di setiap pertemuan termasuk strategi yang akan dilakukan. Salah
satu yang mudah dilakukan ialah mengaitkan perkembangan organisasi dan reward
dengan strategi. “Maka sering orang memanfaatkan atau mengimplementasikan
talent scorecard, suatu tools yang digunakan untuk benar-benar bisa
mengimplementasikan, meng-comfirm suatu strategi menjadi sesuatu yang bersifat
eksekusi atau tindakan. Itu dapat dilakukan dengan cara menerjemahkan strategi
pemetaan, “ paparnya.
Ia menjelaskan, yang
dimaksud strategi pemetaan adalah, bagaimana kaitan antara perspektif finansial
dengan perspektif pelanggan, kemudian perspektif pelanggan dengan operasional,
lalu operasional dengan perspektif SDM. Dari semua kaitan itu dilihat lagi
bagaimana link-nya. Nah, barulah semuanya dikonversi menjadi inisiatif.
“Misalnya, saya bilang kita akan maju untuk layanan 3G. Itu berarti kita akan
maju menjadi perusahaan informasi dan komunikasi,” ujar Gandung.
Menurutnya, langkah
pertama yang harus dilakukan di bisnis ini adalah menyiapkan dari segala aspek.
Aspek pertama yang perlu dibenahi ialah produk, jaringan serta SDM yang fokus
di bidangnya. Misalnya, Indosat menyiapkan suatu unit kerja untuk brand 3G,
maka dibuatlah tim khusus. Lalu Indosat membuat tim yang fokus pada game dan
content. “Kalau 3G tidak ada aplikasinya tidak akan menarik,” katanya. Selain
itu mereka membuat tim value educated, ditambah dengan program promosi. Diharapkan
dengan dibuatnya tim-tim ini target perolehan pelanggan tercapai. Dari pihak
SDM, komponen insentif dan reward juga dimasukkan.
Lebih jauh ia
menjelaskan, strategi tersebut menjadi patokan dalam pemberian reward. “Karena
itu SDM di Indosat tahu jika target tidak tercapai akan berdampak kepada
perusahaan,” ujarnya. Indosat juga menyiapkan rekrutmen SDM yang sesuai dengan
kriteria perusahaan dan training untuk pengembangan skill karyawan. Selain
sistem rekrutmen dan training SDM, sistem reward juga dipikirkan dengan matang.
Dikatakannya, untuk
visi dan misi ke depan, yakni menjadi communications, information, service and
solution company, SDM yang disiapkan untuk bidang sales dan network tidak jauh
berbeda. Kalau berkaitan dengan perkembangan produk dan menjual solusi, itu
agak berbeda. Gandung mengungkapkan, Indosat merekrut orang-orang yang memiliki
background untuk informasi seperti teknik elektro dan komunikasi, komputer dan
teknik informasi. Di samping itu, Indosat menyiapkan berbagai training yang sesuai
dengan aplikasi yang dibutuhkan.
Dari semua perubahan
bisnis yang dialami Indosat, berlaku hukum kelembaman. “Kita mengenal hukum
kelembaman di teori Newton, ternyata di organisasi pun berlaku hukum tersebut,”
kata pria berkacamata ini. Dalam pergerakan organisasi, tambahnya, kalau tidak
ada gaya yang bekerja di dalamnya, maka organisasi itu bergerak apa adanya.
Padahal, lingkungan selalu berubah, seperti jenjang karier, visi dan lainnya.
Dan kelembaman yang terjadi semakin membesar sehingga gaya yang harus diubah
pun turut membesar. “Yang namanya manajemen perubahan, akan mendapat tantangan
di situ,” ungkapnya.
Menurutnya, tantangan
yang terjadi karena pertama, orang akan sulit diubah jika sudah jenuh. Kedua,
mengubah kompetensi SDM yang tadinya hanya mampu menggunakan dan menerima
telepon, menjadi menguasai aplikasi. “Contoh, dulu kami mengalami jika telepon
tidak rusak, operatornya tidak jalan. Sekarang, telepon dan operatornya tidak
bermasalah, tapi aplikasinya kena X-ray,” tambahnya. Bila semuanya tidak ada
masalah, kini SDM-nya yang bermasalah dengan orang lain. Menurutnya, itu semua
merupakan dinamika organisasi yang tidak mudah untuk diubah. “Harusnya
knowledge management dapat dijadikan sarana bagaimana perubahan itu mudah
dilakukan,” tuturnya. Kalau knowledge management tidak dilakukan, ia menilai,
bagaimana perusahaan dapat melakukan sharing untuk sebuah inovasi. Diakuinya,
tantangan yang paling sering dihadapi adalah soal manusia. “Itulah manajemen,
lebih kepada manusia. Manusia kalau sudah jenuh sulit diubah,” tandasnya.
Setiap perubahan bisnis
yang dilakukan, Gandung mengharapkan Indosat bisa menunjukkan nilai lebih. Akan
tetapi saat ini eranya berubah. Apakah Indosat masih bisa bertahan menjadi
salah satu great company? Menurut Gandung, itu merupakan tantangan yang harus
dihadapi. “Saat ini perusahaan telekomunikasi khususnya seluler, masih dipegang
oleh Telkomsel, Indosat dan Xl. Tapi belum tentu di era 3G atau 4G nanti,” ujar
kelahiran Salatiga, 31 Agustus 1965 ini. Dengan adanya perubahan bisnis, siapa
yang cepat dan tepatlah yang akan bertengger menjadi salah satu great company.
Dikatakannya, Indosat serius dengan perubahan tersebut. Mereka bahkan mengubah
mindset menjadi provider of choice in telecommunication and information,
servicing and solution.
Gandung menjelaskan,
yang dimaksud great company adalah,
perusahaan tersebut harus bisa mengantisipasi perubahan bisnis dan tetap eksis
di bidangnya. Untuk itu organisasi harus memiliki visi ke depan dan selalu
siap untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan. Sebagai pendukung,
organisasi harus punya ability yang tinggi sehingga mereka selalu bisa mengubah
dan mengikuti perubahan yang ada. Menjadi great company juga harus memiliki
kreativitas yang tinggi. Untuk melahirkan SDM yang kreatif, berarti harus
dibuat sistem yang memacu kreativitas. Menurutnya, sistem reward bisa menjadi
salah satu faktor pendukung. “Jadi, selain menyiapkan kompetensi dan budaya,
reward juga penting,” tuturnya.
Sumber : http://www.portalhr.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar